Selasa, 25 November 2014

INDONESIA MENJADI RAJA AVIASI DI ASEAN. MENGAPA TIDAK?

Tulisan berikut merupakan karya:
Yoan Faustin
NRP 3203013100


Perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan dimulai pada penghujung tahun 2015 mendatang. Rencana pemberlakuan perdagangan bebas MEA tersebut telah disepakati sejak tahun 2007. MEA akan membuka pasar baru dalam berbagai pergerakan barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja di 10 negara anggota ASEAN. Hal tersebut juga akan menyentuh pada industri penerbangan atau dikenal dengan industri aviasi melalui perjanjian ASEAN Open Sky 2015. Perjanjian dalam ASEAN Open Sky merupakan kebijakan untuk membuka wilayah udara antar sesama anggota negara ASEAN. Berbagai tantangan akan dihadapi oleh Indonesia tentunya, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa Indonesia akan berkembang pesat dan akan merajai industri aviasi di kawasan Asia Tenggara.
Indonesia memiliki potensi yang sangat tinggi pada pasar angkutan udara dibandingkan negara ASEAN lainnya terbukti dari fakta bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan dan jumlah penduduk terbesar di ASEAN.  Ditambah lagi dengan pesatnya pertumbuhan kelas menengah akan menjadikan Indonesia sebagai pusat pertumbuhan industri aviasi di Asia. Pemerintah Indonesia sendiri telah menetapkan lima bandara yang dibebaskan untuk menghadapi ASEAN Open Sky 2015, yakni Soekarno Hatta (Jakarta), Ngurah Rai (Denpasar), Juanda (Surabaya), Makassar (Hasanudin), Kualanamu (Medan). Penetapan kelima bandara tersebut dirasa cukup membatasi dari 27 bandara yang telah berstatus Internasional dalam menghadapi MEA 2015.
Membuka bandar udara antar sesama anggota negara ASEAN disini berarti dimana maskapai penerbangan nasional Singapura atau Singapore Airlaines misalnya diperbolehkan melakukan penerbangan di bandara yang telah dibebaskan oleh pemerintah Indonesia dan di ijinkan mengangkut penumpang di bandara yang dibebaskan tersebut. Contohnya ketika Singapore Airlaines mengangkut penumpang/pendatang dengan tujuan Singapura-Jakarta-Bandung. Singapore Airlaines hanya memiliki kesempatan menangkut penumpang di rute penerbangan Singapura-Jakarta. Sedangkan Jakarta-Bandung akan ditangani maskapai domestik.
Hal ini akan memberi banyak keuntungan bagi maskapai domestik. Dikarenakan pembatasan hanya ke lima bandara tersebut, maskapai di Indonesia akan memperoleh banyak keuntungan. Tidak hanya sektor industri aviasi namun sektor pariwisata Indonesia serta berbagai sektor lainnya juga akan memperoleh keuntungan. Maka dari itu pemerintah tidak serta-merta membuka wilayah udara seiring berlakunya ASEAN Open Sky pada akhir 2015. Pemerintah memiliki tujuan yaitu menjadikan maskapai di Indonesia dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri bahkan diharapkan mampu melakukan ekspansi ke negara lain.
Hal tersebut direspon positif oleh Direktur Pengembangan Bisnis Lion Group, Daniel Putut Kuncoro Adi dalam menjadikan ASEAN Open Sky sebagai pintu masuk Lion Air untuk melakukan ekspansi ke pasar ASEAN. Menurutnya, Lion Air Group telah merancang strategi ekspansi dengan matang. Selain memperkuat Lion Air di pasar low cost carrier, Lion Air telah masuk ke dalam premium class melalui Batik Air. Serta tidak hanya itu, Lion Air telah memanfaatkan peluang ekspansi ke Malaysia melalui Malindo Air.
Lain  halnya dengan Lion Air Group, PT Garuda Indonesia sangat menyayangkan akan pajak sewa pesawat yang berlaku di Indonesia. Pengenaan pajak sewa pesawat sebesar 20% menurut PPh pasal 26 akan memberatkan berbagai maskapai penerbangan yang telah menandatangani kontrak penyewaan pesawat udara secara jangka panjang. Maskapai-maskapai yang telah menandatangani kontrak sewa pesawat tersebut antara lain Batavia Air, Garuda Indonesia, Mandala Airlines, dan Sriwijaya Air. Pengenaan pajak tersebut tidak hanya menurunkan daya saing maskapai yang telah melakukan kontrak sewa pesawat, namun juga akan merugikan konsumen angkutan udara. “Maskapai domestik  pasti akan membebankan pajak tersebut kepada konsumen sehingga tarif penerbangan juga akan naik,” ujar Emirsyah Satar, Direktur Utama PT Garuda Indonesia.

Merajai industri aviasi bukanlah isapan jempol belaka. Menurut saya sebagai mahasiswa, berbagai sektor di Indonesia telah memiliki peluang yang cukup besar untuk bersaing dengan negara tetangga dalam berlakunya ASEAN Open Sky mendatang. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan dan diresahkan masyarakat dari MEA 2015 yang akan dimulai. Meskipun Indonesia masih memiliki berbagai hambatan, tetapi keuntungan dari berlangsungnya MEA 2015 sewajarnya diketahui masyarakat luas. Dalam mengatasi hambatan yang ada saya mengaharapkan pemerintah turun tangan untuk membantu maskapai domestik kita dengan regulasi yang menguntungkan pihak Indonesia sendiri. Jika tidak, Indonesia akan mengalami sedikit kesulitan untuk bersaing dengan maskapai asing di ASEAN pada saat ASEAN Open Sky 2015 dibuka. Dengan tujuan meringankan pajak sewa pesawat yang terkandung dalam PPh pasal 26. Apakah dalam waktu dekat akan terjadi perubahan kebijakan untuk membantu maskapai-maskapai domestik ini? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar