William Antonio Karnadi
NRP 3203013008
Untuk
menyusun sebuah laporan keuangan, bagian keuangan dan akuntansi dari sebuah
perusahaan harus memperhatikan standar-standar akuntansi yang berlaku. Standar
akuntansi yang baik mampu menghasilkan informasi yang andal dan relevan.
Informasi yang disajikan harus dapat dipahami tidak hanya oleh pembuat laporan
keuangan, namun juga pihak-pihak yang membutuhkan laporan keuangan tersebut,
salah satunya adalah pemegang saham.
Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) adalah standar akuntansi yang berlaku di Indonesia.
Standar ini berlaku sejak tahun 1994, menggantikan Prinsip Akuntansi Indonesia.
Kini, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), sebuah lembaga yang memiliki kewenangan
untuk menyusun standar akuntansi, memutuskan untuk mengadopsi standar akuntansi
internasional, yakni International
Financial Reporting Standards (IFRS), dan merombak ulang SAK. Perubahan ini
sebenarnya telah dilakukan sejak tahun 2012, namun seperti semua perubahan
besar, hal ini menyisakan beberapa pertanyaan.
“Mengapa
IFRS?”
Selama
mendalami ilmu akuntansi selama satu setengah tahun di Universitas Katolik
Widya Mandala, penulis menemukan beberapa hal yang menjadikan IFRS standar
akuntansi yang paling baik untuk diadopsi Indonesia, antara lain:
1. Adanya
Globalisasi Bisnis
Globalisasi
berdampak pada terjadinya internasionalisasi pasar modal. Hal ini disebabkan
oleh adanya perdagangan bebas, munculnya berbagai MNC, serta didukung dengan
adanya teknologi informasi yang canggih. MNC mulai mencatatkan sahamnya di
bursa efek negara asing tempat cabang perusahaan tersebut didirikan. Perusahaan
yang listing di bursa efek asing
harus menyusun laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi negara tersebut
sehingga mengharuskan perusahaan untuk menyusun laporan keuangan ganda. Satu
set laporan keuangan sesuai dengan standar pelaporan keuangan domestik dan satu
set laporan keuangan konsolidasi yang sesuai dengan standar pelaporan keuangan
yang lain yang sesuai dengan standar akuntansi dimana saham tersebut
didaftarkan sehingga menimbulkan biaya yang besar bagi MNC. Dengan
mempergunakan sebuah standar yang bersifat internasional, perusahaan-perusahaan
yang ada di negara tersebut akan lebih mudah untuk melakukan pelaporan dan
sudah tentunya akan membuat perusahaan-perusahaan laiinya untuk lebih tertarik
untuk melakukan penanaman modal di negara tersebut. Konvergensi IFRS ini
merupakan salah satu upaya Indonesia untuk membuka peluang pasar modal
internasional. Penerapan IFRS dalam SAK
Indonesia akan memberikan kemudaham pemahaman atas laporan keuangan karena
standar akuntansi yang diberlakukan bersifat internasional.
2. Keanggotaan
Indonesia di G20
Indonesia
merupakan salah satu negara anggota dari G20. Pada tanggal 24-25 September
2009, bertempat di Piittsburg, para anggota G20 melakukan suatu pertemuan yang
menghasilkan sebuah kesepakatan bahwa bahwa otoritas yang mengawasi aturan
akuntansi internasional harus meningkatkan standar global pada Juni 2011
sehingga dapat mengurangi kesenjangan aturan di antara negara-negara anggota
G-20. Untuk itu, negara-negara yang menjadi anggota G20 sepakat untuk melakukan
konvergensi ke IFRS.
3. Dorongan
dari Lembaga Keuangan Indonesia
Lembaga-lembaga keuangan dunia seperti
World Bank dan IMF (International Monetary Fund) dianggap
sebagai pihak yang paling berpengaruh di dalam adopsi IFRS di negara-negara berkembang.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang ada di wilayah Asia
Tenggara (id.wikipedia.com). Badan-badan tersebut yang menekan pemerintah
negara berkembang untuk mengadopsi IFRS agar memudahkan mereka untuk
menginterpretasikan laporan keuangan negara tersebut. Indonesia yang terikat di
dalam utang dan perjanjian dengan lembaga tersebut tidak memiliki pilihan lain
untuk tidak mengadopsi IFRS. Karena alasan ini, pemerintah Indonesia
berkomitmen untuk melakukan adopsi atas IFRS.
“Apa
saja yang dirubah dari PSAK ketika kita mengadopsi IFRS?”
Setelah
dicanangkannya konvergensi IFRS, Indonesia saat ini memiliki 3 SAK yaitu, SAK, SAK
ETAP, dan SAK Syariah. Dampak terdapatnya 3 SAK bagi peraturan perpajakan
adalah, dalam peraturan perpajakan, dinyatakan bahwa pembukuan (untuk tujuan
pajak) menggunakan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali Peraturan Perpajakan
menyatakan lain. Hal ini berarti, untuk tujuan pajak, digunakan perlakuan
akuntansi sesuai dengan peraturan pajak, kecuali jika tidak diatur dalam
peraturan perpajakan, maka pengaturan akuntansinya menggunakan SAK (KUP
28/2007).
1. Aset
Tak Berwujud
Contoh item yang tidak diatur dalam peraturan
pajak dan oleh karena itu menggunakan SAK sebagai dasar adalah aset tak berwujud.
Dalam peraturan perpajakan, aset tak berwujud mengacu ke SAK (dalam hal batasan
dan pengakuan) sesuai dengan Pasal 28 UU KUP. Padahal, pengaturan aset tak berwujud
untuk SAK ETAP dan SAK Umum berbeda. Untuk SAK Umum, aset tak berwujud dapat
dihasilkan secara internal (dari proses pengembangan / development) maupun
eksternal (membeli lisensi, hak cipta, dll). Untuk SAK ETAP, aset tak berwujud
hanya yang dihasilkan secara eksternal saja. Perlakuan untuk amortisasi aset
tak berwujud berdasar UU KUP adalah 20 tahun atau mengikuti klasifikasi UU
No.11 mengenai aset, sedangkan berdasar SAK Umum dapat berumur terbatas atau
takterbatas, dan berdasarkan SAK ETAP umurnya terbatas.
2. Mata
Uang Pembukuan dan Mata Uang Pelaporan
Terdapat
perbedaan pengaturan dalam hal penggunaan mata uang pelaporan. Berdasarkan
peraturan pajak dan SAK ETAP, mata uang pelaporan dan pembukuan dalam rupiah.
Sedangkan dalam SAK Umum menggunakan mata uang fungsional sebagai mata uang
pembukuan dan mata uang pelaporan rupiah.
3. Fair Value Accounting
Seringkali
yang ditakutkan dari dampak konvergensi IFRS terhadap peraturan perpajakan
adalah mengenai diterapkannya Fair Value
Accounting (FVA). Dimana transaksi peralihan aset dan liabilitas dicatat
menggunakan nilai wajarnya (Fair Value),
atau nilai pasar, atau nilai yang disepakati oleh pihak-pihak yang memiliki
pengetahuan akan barang yang dialihkan.
4. Revaluasi
Berdasarkan
SAK Umum, revaluasi merupakan pilihan dan tidak perlu seizin regulator.
Berdasarkan peraturan perpajakan, PMK No.79/PMK.03/2008, revaluasi tidak dapat
dilakukan setiap saat. Sedangkan berdasarkan SAK ETAP revaluasi harus seizin
regulator.
5. Goodwill
Berdasarkan
peraturan perpajakan, goodwill diamortisasi. Berdasarkan SAK Umum, goodwill
tidak diamortisasi namun diuji penurunan nilainya. Untuk kombinasi bisnis, SAK
Umum sudah tidak mengizinkan pooling of interest method – sesuai perlakuan
dalam IFRS (kecuali untuk perlakuan transaksi entitas sepengendali).
“Jadi,
apakah perubahan ini memberi lebih banyak manfaat daripada mudarat?”
Jelas,
seperti yang penulis nyatakan diatas, pengadopsian IFRS membantu Indonesia
mengejar kemajuan melalui standarisasi pelaporan internasional, yang tentu saja
berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi di Indonesia, utamanya terhadap
aktivitas investasi dan perpajakan. Namun, tiada gading yang tak retak. Setiap
keputusan membawa resiko. Untuk menerapkan IFRS dengan baik, diperlukan tenaga
akuntansi yang lebih terampil, baik itu staff
bagian akuntansi perusahaan, auditor internal, maupun akuntan publik yang
handal. Jumlah tenaga akuntansi di Indonesia belum dapat dikatakan baik apabila
dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara. IAI mencatat,
jumlah akuntan profesional yang teregistrasi sebagai anggota IAI hanya sebanyak
15.940 orang. Jumlah ini jauh di bawah akuntan profesional yang ada di negara
tetangga. Malaysia memiliki 30.236 akuntan profesional, Filipina punya 19.573
akuntan, Singapura 27.394 akuntan, dan Thailand memiliki 56.125 akuntan. Namun, untuk mengembangkan ekonomi nasional, penerapan standar yang berlaku secara internasional merupakan sebuah kebutuhan. Oleh
karena itu, sebagai mahasiswa yang mendalami bidang akuntansi, kita harus terus
mengasah keterampilan. Tidak hanya demi menyesuaikan diri dengan IFRS, namun
juga untuk perkembangan-perkembangan mendatang.
Referensi:
Elizabeth,
Cheline, dkk. 2014. Kesiapan Akuntan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015.
Ikatan
Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat:Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar