Selasa, 25 November 2014

Pajak

Tulisan berikut merupakan karya:
Elysa Murniawati
NRP 3203013219

Pengertian Pajak
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Tidak hanya itu, banyak para ahli yang mengartikan pajak sebagai berikut :
Pengertian pajak oleh Brotodiharjo dalam Gunadi (2002:2) 
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan- peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”. 
Sedangkan pengertian pajak menurut Soemitro dalam Gunadi (2002:2)
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang- undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.  
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak adalah:
1.      Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksananya yang sifatnya dapat dipaksakan;
2.      Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontaprestasi individual oleh pemerintah;
3.      Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah;
4.      Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukkannya masih terdapat surplus, digunakan untuk membiayai public investment.

Fungsi Pajak
Menurut Ilyas dan Burton (2010:12), pajak mempunyai beberapa fungsi:
1.      Fungsi Budgeter
yaitu fungsi untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai dengan undang-undang yang berlaku yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan dan bila ada sisa (surplus) akan digunakan sebagai tabungan pemerintah untuk investasi pemerintah.
2.      Fungsi Regulerend
yaitu suatu fungsi bahwa pajak-pajak tersebut akan digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan. Fungsi ini pada umumnya dapat dilihat dari sektor swasta.
3.      Fungsi Demokrasi
yaitu suatu fungsi yang merupakan salah satu wujud sistem gotong royong, termasuk kegiatan pemerintahan dan pembangunan demi kemaslahatan manusia. Fungsi demokrasi dikaitkan dengan hak seseorang apabila akan memperoleh pelayanan dari pemerintah.
4.      Fungsi Redistribusi
yaitu fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan keadilan masyarakat. Hal ini dapat terlihat misalnya dengan adanya tarif progresif yang mengenakan pajak lebih besar kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan besar dan pajak yang lebih kecil kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan lebih sedikit (kecil). 

Tarif Pajak
Salah satu unsur yang menentukan rasa keadilan dalam pemungutan pajak bagi wajib pajak adalah tarif pajak yang besarnya harus dicantumkan dalam undang-undang pajak. Ada 4 macam tarif pajak yang dijelaskan dalam buku Wirawan Ilyas dan Richard Burton (2010:58) yaitu:
1.      Tarif sebanding / proporsional
Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya yang dikenai nilai pajak. Contoh : untuk penyerahan BKP dikenakan PPN 10%
2.      Tarif tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. Contoh : besarnya tarif Bea Materai untuk Cek dan Bilyet Giro dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000,- tanpa batas pengenaan besarnya harga nominal.
3.      Tarif progresif
Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Contoh : pasal 17 UU Pajak Penghasilan
4.      Tarif degresif
Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.

Jenis Pajak
Menurut Waluyo dalam buku “Perpajakan Indonesia” (2007:12) pajak dapat dikelompokan kedalam kelompok menurut golongannya, sifatnya, dan lembaga pemungutnya  :
1.      Menurut sifatnya, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
-          Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan oleh pihak lain dan menjadi beban langsung wajib pajak (WP) yang bersangkutan. Contohnya adalah PPh.
-          Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh: PPN dan PPnBM.
2.      Menurut sasarannya/objeknya, pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
-          Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang dilanjutkan denagn mencari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan diri WP contoh PPh
-          Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objek tanpa memperhatikan keadaan diri WP. Contohnya PPN, PPnBM, pajak bumi dan bangunan (PBB), dan bea materai (BM).
3.      Menurut pemungutnya, pajak dikelompokkan menjadi dua yaitu :
-          Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga pemerintah pusat. Contohnya: PPh, PPN, PPnBM, PBB, dan BM
-          Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah  dan digunakan untuk membiayai  rumah tangga pemerintah daerah. Contohnya: pajak reklame, pajak hiburan, pajak hotel & restoran, dan pajak kendaraan bermotor
Subjek pajak adalah orang, badan atau kesatuan lainnya yang telah memenuhi syarat-syarat subjektif, yaitu bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Subjek pajak baru menjadi wajib pajak bila telah memenuhi syarat-syarat obyektif. Subjek pajak tidak identik dengan subjek hukum, oleh karena itu untuk menjadi subjek pajak tidak perlu menjadi subjek hukum. Sehingga firma, perkumpulan, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan dapat menjadi subjek pajak. Demikian juga orang gila, anak yang masih di bawah umur dapat menjadi subjek atau wajib pajak, tetapi untuk mereka perlu ditunjuk orang atau wali yang dapat dipertanggungjawabkan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya

Perilaku Wajib Pajak
Dalam segi pembayaran pajak, Wajib pajak dituntut untuk melaksanakan kewajiban pembayaran pajak sesuai peraturan Undang – Undang Perpajakan. Tetapi dengan banyaknya kasus – kasus dalam pembayaran pajak, maka kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak menjadi berkurang. Tidak hanya hal tersebut, Wajib pajak juga banyak melakukan efisiensi untuk meminimalkan pembayaran pajaknya. Sehingga pajak yang dibayarkan lebih rendah dari nominal yang seharusnya dibayarkan. Dalam rangka meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam pembayaran pajak, Pemerintah semestinya mempercepat proses terwujudnya pemerintahan yang good governance dan menjelaskan secara berkala kepada masyarakat (public) mengenai alokasi penggunaan uang pajak.

Sikap Wajib Pajak
Dalam proses pemungutan pajak, Menurut Mardiasmo (2011:8), terdapat sikap wahib pajak dalam membayar pajaknya yaitu dengan semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya antara lain:
a.       Tax Avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang.

b.      Tax Evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar